Masyarakat Desa dan Kota
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Masyarakat pedesaan di Indonesia tergolong
masyarakat yang sangat jauh tertinggal, hal ini disebabkan keberedaan wilayah
yang jauh dari pusat pembangunan Nasional, bahkan hampir tidak tersentuh oleh
pembangunan Nasional. Beberapa metode dan pendekatan telah dikembangkan untuk
memahami masalah dan membantu merumuskan kebijakan guna memecahkan masalah
pembangunan pedesaan. Sejak tahun 1970an para pakar banyak yang memanfaatkan
metode, pendekatan, dan logika berfikir survei verifikatif dalam meriset
masalah sosial masyarakat pedesaan.
Di Indonesia, pertumbuhan penduduk semakin
meningkat, terutama di daerah perkotaan. Banyak masyarakat desa mencari kehidupan
yang lebih baik di perkotaan. Mereka berfikir bahwa di perkotaan adalah sumber
mata pencaharian terbesar dibandingkan di pedesaan. Mereka juga menganggap
bahwa kehidupan di kota lebih baik daripada di desa. Namun, pada kenyataannya
kehidupan di kota tidak sebaik yang mereka bayangkan. Dalam hal ini penulis
akan membahas dan menjelaskan tentang ruang lingkup perbedaan masyarakat
pedesaan dengan masyarakat kota.
1.2 Rumusan Masalah
Masyarakat desa dengan kota sering menjadi
perdebatan dalam hal perbedaan maupun interaksi. Untuk itu ada beberapa hal
yang perlu dipahami dan dimengerti tentang masyarakat desa dan kota yaitu:
1.
Apa
pengertian masyarakat perkotaan dan perbedaan dengan masyarakat pedesaan ?
2.
Bagaimana
hubungan masyarakat perkotaan dengan masyarakat pedesaan?
3.
Apa
aspek positif dan negatif dari lingkungan perkotaan?
4.
Apa
yang dimaksud dengan masyarakat pedesaan ?
5.
Apa
perbedaan masyarakat pedesaan dan masyarakat perkotaan?
1.3 Tujuan
Ada beberapa tujuan dalam penulisan Tugas
Makalah ini, beberapa diantaranya adalah :
1.
Sebagai
pengisi nilai tugas dari mata pelajaran Ilmu Sosial Dasar.
2.
Makalah
ini berguna untuk memberikan pengetahuan tentang Masyarakat Perkotaan dan
Masyarakat Pedesaan.
3.
Pembaca
dapat memahami dan menghyati kenyataan yang diwujudkan oleh gejolak masyarakat
perkotaan dan pedesaan.
4.
Mengkaji
hubungan antara masyarakat perkotaan dan pedesaan.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Masyarakat Pedesaan
Membahas
tentang masyarakat pedesaan dan masyarakat perkotaan dirasa penting terkait
dengan pembangunan yang orientasinya banyak di curahkan ke pedesaan. Dalam
kaitan ini maka pedesaan meiliki arti tersendiri dalam kajian struktur sosial
atau kehidupannya. Dalam kondisi yang “sebenarnya”, desa masih dianggap sebagau
standar dan pemelihara sistem kehidupan bermasyarakat dan kebudayaan asli
seperti gotong-royong, tolong-menolong, keguyuban, pesaudaraan, kesenian,
kepribadian dalam berpakaian, adat-istiadat, moral-susila, dan lain-lain.
Janganlah
dibayangkan bahwa desa merupakan tempat orang yang bergaul dengan rukun,
tenang, selaras, dan akur, karena justru dengan adanya kedekatan itulah maka
konflik atau persaingan yang berlatar belakang kehidupan sehari-hari sangat
mudah timbul. Misalnya terkait dengan soal tanah, perkawinan, perbedaan antara
kaum muda dan kaum tua, dan lain-lain. Memang benar, untuk hal-hal tertentu,
desa merupakan tempat yang tenang dan menentramkan, akan tetapi konsep hidup
bekerja keraslah yang menjadi syarat pokok untuk dapat hidup di desa.
Persekutuan
hidup yang paling kecil dimulai saat manusia primitif mencari makan dengan
berburu, sebagai migrator dan nomad dengan jumlah 10-300 orang. Jumlah ini
disesuaikan dengan persediaan suatu persekutuan hidup permanent pada suatu
tempat, kampung atau babakan dengan sifat khas yaitu:
1.
Kekeluargaan
2.
Adanya
kolektivitas dalam pembagian tanah dan pengerjaannya
3.
Adanya
kesatuan ekonomis yang memenuhi kebutukan sendiri.
Persekutuan hidup ini kemudian berubah dengan
perkembangannya sistem kapitalisme dan masyarakat industri karena
perkembanganya ilmu pengetahuan dan teknologi.
Masyarakat desa menjai suatu persekutuan
hidup dan kesatuan sosial didasarkan atas prinsip:
1.
Hubungan
kekerabatan (geneologis),
2.
Hubungan
tinggal dekat (teritorial),
3.
Tujuan
Khusus yang ditentukan oleh faktor ekologis,
4.
Prinsip
yang datang dari “atas” oleh aturan dan udang-undang.
Desa adalah suatu kesatuan hukum di mana
bertempat tinggal suatu masyarakat dengan pemerintahannya sendiri. Desa
merupakan perwujudan geografi, sosial, ekonomi, politik, dan kultural yang
terdapat di suatu daerah dalam hubungan dan pengaruhnya secara timbal balik
dengan derah lain. Pengertian lain tentang desa adalah suatu daerah yang
penduduknya kurang dari 2.500 jiwa dengan ciri-ciri memiliki pergaulan hidup
yang saling mengenal antara ribuan jiwa, danya pertalian perasaan yang sama
tentang kesukaan kebiasaan dan cara berusaha yang paling umum adalah argraris
dengan pengaruh iklim, keadaan alam, kekayaan alam yang kuat, sementara
pekerjaan bukan agraris hanyalah seagai perkerjaan tambahan.
Masyarakat pedesaan ditandai dengan pemilikan
ikatan perasaan batin yang kuat antar sesama warga desa, yaitu perasaan bahwa
setiap anggota merupakan bagian yagn tidak dapat dipisahkan dari masyarakat di
mana ia hidup dan meiliki perasaan bersedia berkorban setiap waktu demi
masyarakatnya.
Ciri masyarakat pedesaan antara lain memiliki
hubungan yang mendalam dan erat antar aggotannya dibanding dengan masyarakat di luar batas wilayahnya,
hidup berkelompok atas dasar kekeluargaan, sebagian besar hidup dari pertanian
dengan sifat masyarakat yang homogen dalam mata pencaharian, agama, adat
istiadat, dan lain sebagainya.
Sebagaimana disebutkan bahwa dalam kehidupan
masyarakat pedesaan penuh dengan ketegangan-ketegangan sosial sehingga
pandangan bahwa hidup di desa adalah tenang dan damai, hal itu perlu di tinjau
kembali. Beberapa gejala sosial yang sering timbul dalam masyarakat pedesaan
antaralain:
1.
Konflik
Masyarakat desa
sebenarnya penuh masalah dan banyak ketegangan karena setiap hari warga desa
salalu berdekatan satu dengan yang lain. Interaksi sosial yang kuat inilah yang
lebih banyak memberikan kesempatan terjadinya ledakan dari
ketegangan-ketegangan yagn ada sehingga timbul pertengkaran.
2.
Kontroversi
Pertentangan ini
disebabkan oleh perubahan konsep-konsep kebudayaan, psikologi atau dalam
hubungannya dengan guna-guna. Para ahli hubukm adat mengatasi masalah ini
dengan tinjauan dari sudut kebiasaan masyarakat.
3.
Kompetisi
Masyarakat pedesaan
adalah manusia-manusia yang memiliki sifat sebagai manusia yang memiliki
saingan, dalam artian positif dan negatif. Dikatakan positif manakala wujud
persaingan tersebut dapat saling meningkatkan usaha dan dikatakan negatif
manakala persaingan tersebut berhenti pada sifat iri, saling melontarkan fitnah
dan hal-hal yang tidak ada manfaatnya.
4.
Kegiatan
dalam masyarakat
Masyarakat pedesaan
memiliki penilaian yang tinggi terhadap wargannya yang suka bekerja keras tanpa
bantuan pihak lain, bukan merupakan masyarakat yang senang duduk diam tampa
pekerjaan. Berbagai perangsang untuk dapat menarik aktivitas masyarakat
pedesaan paa umumnya memiliki sifat tidak bodoh, tidak kolot, dan tidak malas,
malinkan sebaliknya, bekerja keras agar tidak mati kelaparan dan nrimo,
menyerah kepada takdir karena merasa tidak berdaya.
Pada Masyarakat pedesaan berkembang sistem
nilai budaya atau cara berfikir dan mentalitas yang bersifat religio-magis,
antara lain:
1.
Menganggap
bahwa hidupnya sebagai sesuatu hal yang buruk, pernuh dosa dan kesengsaraan,
yang oleh karenannya harus diahadapi dengan belaku priharin dan penuh usaha.
2.
Menganggap
bahwa orang berkerja itu untuk hidup dan kadang-kadang untuk mencapai kekayaan.
3.
Berorientasi
pada masa sekarang, kurang memperdulikan masa depan, bahkan kadang-kadang rindu
akan masa lampau yang berkelimang kekayaan.
4.
Menganggap
bahwa alam tidak menakutkan sehingga manakala terjadi bencana alam diterima
sebagai sesuatu ayng memang wajib diterima dengan usaha menyesyuaikan diri
dengan alam, tidak adanya upaya untu kmenguasai alam.
5.
Cara
menghadapi alam adalah dengan pola hidup begotong-royong karena kesadaran bahwa
mereka tidak mampu hidup sendiri.
2.2 Masyarakat Perkotaan
Disebut urban comunnity. Perhatian khusus
masyarakat kota tidak terbatas pada aspek-aspek seperti pakaian, makanan, dan
perumahan, tetapi mempunyai perhatian yang lebih luas lagi, yaitu memandang
penggunaan kebutuhan hidup dengan pertimbangan pandangan warga sekitar.
Makanan., pakaian, dan perumahan bukan lagi sebagai pemenuhan kebutuhan
biologis, tatapi kebutuhan sosial. Misalnya, pakaian yang dipakai bukan lagi
sebagai aalat menutup aurat tetapi lebih pada perwujudan kedudukan sosial si
pemakai. Ada beberapa ciri menonjol masyarakat kota:
1. Kehidupan keagamaan sudah berkurang.
Kegiatan-kegiatan keagaamaan hanaya tampak di tempat-tempat ibadah dan di luar
itu masyarakat beraada dalam lingkungan kehidupan ekonomi dan perdagangan yang
cenderung ke arah duniawi. Beda dengan masyarakat-masyarakat pedesaan dengan
ciri kehidupan keagamaanya.
2. Pada umumnya dapat mengurus dirinya sendiri
tanpa harus bergantung kepada orang lain (Sifat perorangan/individualis).
Seringkali terjadi bahwa kehidupan keluarga sering sukar dipersatukan karena
perbedaan kepentingan, paham politik, perbedaan agama, dan sebagainya.
3. Pembagian kerja lebih tegas dan mempunyai
batas yang nyata. Misalnya seorang pegawai negeri lebih banyak bergaul dengan
teman-teman pegai negeri daipada bergaul dengan pedagang, seniman atau yang
lain. Masin-masing orang akan merasa lebih pas begaul dengan orang orang yang
di pandang juga merupakan kelompoknya.
4. Kemungkinan mendapatkan pekerjaan lebih
besar. Pekerjaan masyarakat desa bersifat homogen, yaitu di sekitar sektor
pertanian yang tidak mengenal pembagian bedasarkan keahlian. Di kota, pembagian
kerja sudah meluas, tidak terbatas hanya pada satu sektor pekerjaan. Banyak jenis pekerjaan yang dapat dikerjakan,
mulai dari yagn sederhana sampai yang teknologis.
5. Jalan pikiran yang rasional menyebabkan
interaksi antara warga didasarkan pada faktor kepentingan dari pada faktor
pribadi.
6. Jalan kehidupan yang cepat menyebabkan unsur
waktu menjadi penting. Ini mengakibatkan adanya pembagian waktu yang teliti
untuk dapat mengejar kebutukan-kebutuhannya secara individu.
7. Perubahan status sosial tampak nyata karena
pengaruh dari luar. Tanpa disadaro, ini sering menimbulkan pertentangan antara
golongan tua dan golongan muda. Golongan muda yang belum sepenuhnya terwujud
kepribadiannya lebih senang mengukuti pola-pola baru.
Perkembangan kota menrupakan manifestasi dari
pola kehidupan sosial, ekomnomi, kebudayaan, dan politik yang kuantitas dan
kualitasnya di tentukan oleh tingkat perkembangan dan pertumbuhannya. Secara
umum dikenal bahwa suatu lingkungan perkotaan seyogyanya mengandung lime unsur
yang meliputi :
1.
Wisma
: unsur ini merupakan bagian ruang yang dipergunakan untuk tempat belindung
terhadap alam serta untuk melangsungkan kegiatan sosial dalam keluarga.
2.
Karya:
merupakan syarat utama bagi eksistensi suatu kota karena unsur ini merupakan jaminan
bagi kehidupan bermasyarakat.
3.
Marga:
merupakan ruang perkotaan yang berfungsi untuk menyelenggarakan hubungan
internal dan eksternal, termasuk di dalamnya upaya perngembangan jaringan jalan
dan telekomunikasi.
4.
Suka:
merupakan bagian dari ruang perkantoran untuk memenuhi kebutuhan penduduk akan
fasilitas hiburan, rekreasi, pertamanan, kebudayaan, dan kesenian.
5.
Penyempurna:
termasuk fasilitas keagamaan, makam, fasilitas pendidikan, kesehatan, dan
jaringan utilitas umum.
Kebijakan perencanaan dan pengembangan kota
harus dilihat dalam rangka pendekatan yang luas, yaitu pendekatan regional
dengan upaya penanganan permasalahan kota antara lain:
1.
Menekan
angka kelahiran.
2.
Mengalihkan
pusat pembangunan industri ke pinggiran kota.
3.
Membendung
urbanisasi.
4.
Mendirikan
kota satelit dimana pembukaan usaha relatif rendah.
5.
Transmigrasi
bagi warga miskin dan tidak memiliki pekerjaan.
Komunitas atau masyarakat perkotaan sering
diindentifikasikan dengan masyarakat modern (maju), dan tidak jarang pula
dipertentangkan dengan masyarakat pedesaan yang akrab dengan predikat
masyarakat tradisional manakala dilihat dari aspek kulturnya. Spesifikasi
masyarakat kota atau masyarakat maju antara lain:
1.
Hubungan
antar anggota masyarakat nyaris bertumpu pada pertimbangan untuk kepentingan
masing masing pribadi warga kota tersebut.
2.
Hubungan
dengan masyarakat perkotaan lainnya berlangsung secara terbuka dan saling
berinteraksi.
3.
Warga
kota yakin bahwa iptek memiliki manfaat yang signifikan dalam menigkatkan kualitas
kehidupan.
4.
Masyarakat
kota berdiferensisasi atas dasar perbedaan profesi dan keahlian sebagai fungsi
pendidikan dan pelatihan.
5.
Tingkat
pendidikan masyarakat kota relatif lebih tinggi bila dibandingkan dengan
masyarakat pedesaan.
6.
Aturan-aturan
atau hukum yang berlaku dalam masyarakat perkotaan lebih berorientasi apda
aturan atau hukum formal yang bersifat kompleks.
7.
Tatanan
ekonomi yang berlangsung dalam masyarakat perkotaan umunya ekonomi pasar yang
berorientasi paad nilai uang, pesaingan, dan nilai-nilai inovatif lain.
Spesifikasi ini berlaku dalam skala kelompok atau masyarakat.
Spesifikasi berkala individu sebagai warga
masyarakat kota antara lain sebagai berikut:
1.
Senantiasa
menerima perubahan setelah memahami adanya kelemahan-kelemahan dari kondisi
yang rutin.
2.
Peka
terhadap masalah dan menyadari bahwa masalah tersebut tidak lepas dari dirinya.
3.
Tebuka
bagi pengalaman-pengalaman baru (inovasi) disertai sikap yang tidak aprirori
atau prasangka.
4.
Setiap
pendirianya selalu dilengkapu dengan infoasi yang akurat
5.
Orientasi
pada waktu yang bertumpu pada logika bahwa waktu lampau adalah pengalaman,
waktu sekarang adalah fakta, dan waktu mendatang adalah harapan yang mesti
diperjuangkan.
6.
Sangat
memahami akan potensi dirinya, dan potensi itu diyakikini dapat dikembangkan.
7.
Senantiasa
ingin terlibat dan peka terhadap suatu perencanaan.
8.
Selalu
menghindar dari situasi yang fatalistik dan tidak mudah menyerah pada keadaan
atau nasib.
9.
Meyakini
akan mafaat iptek dalam upaya meningkatkan kualitas hidup manusia.
10. Memahami, menyadari, dan menghormati hak,
kewajibam, dan kehormatan pihak lain.
Spesifikasi masyarakat dan individu di daerah
perkotaan tidaklah mudah diperoleh dan dimiliki oleh masyarakat dan individu
yagn bersangkutan. Tidak bisa dipungkiri bahwa fugsi pendidikan, pelatihan,
pengidentifikasian, dan pengadaptasian nilai-nilai kehidupan yang maju telah
menjadi bagian integral dalam masyarakt perkotaan. Ada beberapa kendala yang
mengganggu usaha pengembangan manusia yang maju, antara lain:
1.
Kekurangmampuan
diri dalam membaca dan memahami peran-peran pihak lain, atau populer disebut
empati, dan rendahnya tingkat aspirasi dan kegairahan untuk melihat masa depan.
2.
Ketidakmampuan
untuk menunda kepuasan atau keinginan yang berlebih akan sesuatu kebutuhan
3.
Langkannya
daya kreasi dan inovasi.
Individu dan masyarakat perkotaan memiliki
lebih banyak peluang untuk berperan sebagai pembawa proses pembaharuan, dimana
dalam proses pembaharuan tersebut sarat dengan upaya pemecahan sejumlah masalah
yang berkembang. Da;am kaitan dengan perkata tadi, Nichoff (Pudjiwati Sagoyom 1985) menampilkan sejumlah
kiat sebagai acuan bagi para pelaku atau aktor pembaharuan atau pembangunan.
Kiat-kiat yang dibangun antara lain:
1.
Kemampuan
berkomunikasi secara ajeg, baik dalam menghadapi massa atay public, maupun
dalam tatap muka secara personal, atau apa yang populer disebut face to face.
2.
Kemampuan
melakukan antisipasi dalam masyarakat lewat keterampilan beradaptasi dengan
nmemanfaatkan fungsi bahasa, gagasan (ide), peralatan (sistem teknologi), dan
potensi-potensi lain yang relevan dengan tuntutan atau masalah yang tengah
berkembang.
3.
Kemampuan
untuk mendemonstrasikan gagasan dan teknologi baru sehingga meyakinkan pihak-pihak lain untuk menerima pembaharuan
tersebut.
4.
Mendorong
pihak lain untuk berpartisipasi dalam bersaing dalam mencoba dan melanjutkan
gagasan-gagasan baru.
5.
Mengupayakan
agar menerima unsur-unsur baru.
6.
Kemampuan
memanfaatkan atau memanipulasi sejumlah potensi lingkungan setempat uang
relevan dengan tuntutan pembaharuan.
7.
Kejelian
dalam memilih waktu dan mengguanakan kesempatan yang tepat dalam memperkenalkan
atau mensosialisasikan setiap pembaharuan.
8.
Cukup
fleksibel dalam memiliki unsur-unsur baru dengan mepertimbangkan faktor-faktor
kesulitan yang ada pada saat itu.
9.
Kemampuan
untuk memelihara kontinuitas pemeliharaan dan pengembangan unsur-unsur baru
yang telah diterima oleh pihak lain.
Semua spesifikasi dan kemampuan tersebut
lebih banyak bertumpu para pelaku, pemeran, atau aktor pembaharuan, atau pelaku
pembaharuan yang sering secara populer disebut dengan agent of change.
Spesifikasi yang ada pada penerima pembaharuan atau pembangunan antara lain
sebagai berikut ini. Pertama, adanya motivasi untuk timbulnya rasa membutuhkan
dan memiliki pemahaman akan manfaat serta nilai praktis dari unsur-unsur baru
tersebut. Kedua, sifat kepemim[inan, baik dalam kelembagaan struktural (negara,
birokrat) maupun kelompok sosial. Ketiga, struktur sosial, baik dalam
peran-peran individual maupun dalam status soasial lainnya. Keempat,
pengelompokan individu, baik atas dasar subkultur (kelompok etnik) maupun atas
dasar politis, apakah itu berskala keompok birokratlokal, regional, ataupun
nasional. Kelima, pola perekonomian yang meliputi sistem produksi, distribusi,
konsumsi, diferensasi kerja dan alokasi waktum serta nilai kepemilikan tanah
(lahan) dan nilai kebendaan lainnya. Keenam, kepercayaan masyarakat yang
meliputi sistem agama, mistis, dan presepsi yang berkaitan dengan kesehatan,
kebersihan lingkungan, dan persepsi tentang keadaan yang memerlukan perubahan.
Orientasi masyarakat perkotaan antara lain
meninggalkan unsur- unsur kehidupan sosial yang memang mesti di tinggalkan atau
di tambah, mengadopsi dan mengadaptasi unsur-unsur baru, menyerap unsur- unsu
modern dalam rangka menelusuri dan menggali serta menemukan nilai-nilai
kepribadian atau jatidiri sebagai bangsa yang bermartabat. Dalam suatu
perubahan pasti ada sejumlah faktor kekuatan penggerak proses perubahan, antara
lain sikap mental yang mampu menghargai karya dan prestasi orang lain,
kemampuan untuk siap memberikan toleransi terhadap adanya sejumlah penyimpangan
dari kondisi rutin dan semua itu dijadikan penguat untuk hasrat berubah, sebab
memang pada dasarnya masnusia itu sebagai makhluk yang suka menyimpang dari
kondisi rutinitas, yaitu sebagai homo-deviant dan sekaligus sebagai makhluk
pengabdi omo-devinant, mengargai suatu inovasi dan mampu memberikan penghargaan
pada siapapun yang berinovasi, baikpada bidang sosial, ekonomi, dan iptek, dan
tersediannya fasilitas dan pelayanan pendidikan dan pelatihan yang berkualitas
progresif, demokratis, dan terbuka bagi siapapun yagn mengaksesknya.
Posisi norma-norma tradisional dalam aren proses
perubahan atau modernisasi adalah sebagai berikut:
1. Sebagai penghambat proses modernisasi.
2. Ada yang berpotensi untuk dikembangkan,
disempurnakan, dimodifikasi, sehingga kondusif dalam menghadapi proses
prerubahan.
3. Ada pula yang memang relevean degnan
unsur-unsur baru yang menjadi muatan arus perubahan atau modernisasi.
Masyarakat kota, atau urban community, sering menyandang
predikat sebagai innovator. Spesifikasi dari masyarakt ini antaralain:
1. Dalam membentuk hubungan sosial apapun,
orientasi kepentingan pribadi lebih dominan.
2. Hubungan dengan masyarakat luar atau lain
terbuka, baik secara teritorial maupun secara kultural.
3. Yakin bahwa iptek bermanfaat secara
signifikan dalam upaua meningkatkan kuatlitas kehidupan.
4. Berdedikasi atas dasar profesi dan keahlian
sebagai fungsi pendidikan dan pelatihan.
5. Aturan-aturan yang berlaku berorientasi pada
aturan atau hukum formal dan bersifat kompleks.
6. Tatanan ekonomi bertumpu pada ekonomi pasar
degan orientasi pada nilai-nilai uang. Persaingan, dan nilai-nilai inovatif lainnya.
Spesifikasi ini berlaku untuk skala kelompok atau masyarakat.
2.3 Perbedaan Masyarakat
Pedesaan dan Masyarakat Perkotaan.
Secara umum, perbedaan antara masuakat
perkotaan dan masyakat pedesaan adapat dilihat dari beberapa karakteristik
berikut:
1. Lingkungan umum dan orientasi terhadap alam
masyarakat desa berhubungan kuat dengan alam keran lokasi geografisknya, sebaliknya,
kehidupan masyarakat kota bebas dari realitas alam.
2. Perkerjaan atau Mata Pencaharian
Kebanyakan mata pencaharian penduduk di
daerah pedesaan adalah bertani. Masyarakat kota memiliki mata pencaharian yang
cenderung menjadi terspesialisasi yang dapat dikembangkan.
3. Ukuran Komunitas
Komunitas pedesaan biasanya lebih kecil dari
komunitas perkotaan. Imbangan tanah dengan manusia di desa cukup tinggi bila di
bandingkan dengan industri.
4. Kepadatan Penduduk
Penduduk desa memiliki kepadatan lebih rendah
di bandingkan penduduk kota.
5. Homogenitas dan Heterogenitas
Homogienitas atau persamaan dalam ciri-ciri
sosial dan psikologi, bahasa, kepercayaan, adat istiadat, dan perilaku tempak
pada masyarakat pedesaan, heterogenitas masyakat perkotaan disebabkan karena
ada tarik mata pencaharian, pendidikan, komunitas dan transportasi.
6. Diferensasi Sosial
Heterogenitas penduduk kota berindikasi
pentingnya derajat yang tinggi dalam diferensasi sosial: fasilitas sosial,
pendidikan, rektreasi, agama, bisnis, dan fasilitas perumahan menyebabkan
terorganisinya berbagai keperluan, pembagian pekerjaan dan
kesalingtergangtungan. Homogenitas alami yagn tinggi dari penduduk desa,
relatif berdiri sendiri menyebabkan rendahnya diferensasi sosial dengan derajat
yang rendah.
7. Pelapisan Sosial
Ada beberapa perbedaan “pelapisan sosial tak
resmi” antara masyarakat desa dan kota: (a) aspek kehidupan pekerjaan ekonomi
atau sosial politik di kota lebih banyak pelapisan sosialnya dari pada di desa,
(b) kesenjangan antara keals ekstrem di desa tidak terlalu besar, (c) masyakat
desa cenderung ada pada keals menengah menutur ukuran desa, sebab yang kaya dan
miskin sering bergeser ke kota, (d) khusus di bali, kententuan kelas di
dasarkan atas sistem kasta.
8. Mobilitas Sosial
Berkaitan dengan perpindahan suatu kelompok
sosial ke kelompok sosial lainnya. Ada mobilitas kerja dan mobilitas
teritorial. Mobilitas sosial di kota cukup tinggi disebabkan heterogenesisnya,
terkonsentrasinya kelembagaan-kelembagaan, saling tergantungnya organisasi-organisasi,
dan tingginya diferensasi sosial.
9. Interaksi Sosial
Perbedaan tipe interaksi sosial di desa dan
di kota sangat kontras, dari aspek kualitas maupun kuantitasnya. Kontak pribadi
per individu atau melalui media ternentu di desa lebih sedikit seta
jangkauannya lebih sempit, di kota lebih besar secara kuantitatif maupun
kualitatif dengan kecenderungan formal.
10. Pengawasan Sosial
Tekanan soasial pleh masyarakat pedesaan
sangat kuat karena kontaknya yang bersifat pribadi dan informal.
11. Pola Kepempinan
Kepemimpinan di daerah pedesaan cenderung di
tentukan olehkualitas pribadi, yang di dasarkan atas luasnya kontak tatap muka.
12. Standar Kehidupan
Orientasi hidup dan pola berfikir masyakat
desa masih sangat sederhana, smeentara di kota bebagai alat dan fasilitas yang
meneyenangkan tersedia dan ada yang sanggup menyediakannya.
13. Kesetiakawanan Sosial
Pada masyakat desa kesetiakawanan sosial
merupakan akibat dari kesamaan sifat, pengalaman dan tujuan. Kesetiakawanan
sosial di kota terbentuk justru karena adanya ketidaksamaan dan perbedaan dalam
pembagian tenaga kerja, kesalingtergantungan, spesialisasi, dan bermacam
perjanjian dengan hubungan yang formal.
14. Nilai dan Sistem Nilai
Peran keluarga dan agama dalam penentuan sistem nilai
masih di pegang teguh di desa, sementara di kota lebih ditekankan pada
pendidikan dan ekonomi.
Bintarto juga membedakan masyakat pedesaan
dan masyarakat perkotaan dengan 17 unsur pembeda.
2.4 Hubungan Desa-Kota
Ada relasi struktural dan fungsionalk antara
desa dengan kota dan juga terdapat perbedaan, yaitu perbedaan intensitas satu
unsur (sifat tani di desa lebih jelas dari pada di kota) dan perbedaan
kelengkapan yang menyangkut beberapa jenis unsur (tidak ada desa yang mampu
mengisi seluruh kebutuhan pokoknya). Masyarakat pedesaan dapat dipahami apabila
dihubungkan dengan keterpaduan menyeluruh yang lebih besar, yaitu perkotaan.
Kategori masyakat desa timbul bila sudah terintergerasi menjadi bawahan
penguasa dari liar sistem sosialnya (kota). Berkuasanya penguasa dari luar itulah
aygn membedakan masyakat pedesaan dengan masyakat lain. Hubungan masyarakat
pedesaan dengan perkotaan merupakan hubungan pheriperal, dimana kedudukan untuk
mendukung kelas penguasa politik dan keagamaan, serga kaum terpelajar (elite)
dari suatu tradisi besar.
2.5 Urbanisasi
Urbanisasi adalah suatu proses perpindahan
penduduk dari desa ke kota atau dapat pula dikatakan bahwa urbanisasi merupakan
proses terjadinnya masyarakat perkotaan atau suatu proses terjadinnya masyakat
perkotaan atau penduduk suatu negara untuk berdiam di pusat- pusat perkotaan.
Urbanisasi adalah sautu proses dengan tanda tanda sebagai
berikut:
1. Terjdinnya arus perpindahan penduduk dari
desa ke kota.
2. Bertambah besarnya jumlah tenaga kerja
non-argraria di sektor sekunder dan tersier.
3. Tumbuhnya pemukiman menjadi kota
4. Meluasnya pengaruh kota di daerah pedesaan
dari sisi ekonomi, sosial, kebudayaan dan psikologis.
Sebab-sebab terjadinya urbanisasi dirangkum sebagai
berikut:
1. Adanya pertambahan penduduk secara alamiah.
2. Terjadinnya arus perpindahan penduduk dari
desa ke kota.
3. Tertariknya pemukiman pedesaan ke dalam
lingkup kota sebagai akibat perkembangan kota yang sangat pesat di berbagai
bidang terutama yang berkaitan dengan tersedannya kesempatan kerja.
Apabila dijabarkan, penyebab urbanisasi dapat
dikelompokan ke dalam faktor-faktor pendorong (faktor-faktor yang ada pada
masyarakat pedesaan atau daerah asal ayng mendorong penduduk desa untuk
meninggalkan daerah tempat kediamannya menuju daerah tujuan) dan faktor-faktor
menarik (faktor-faktor yang ada di perkotaan atau daerah tujuan yang mampu
menarik penduduk desa untuk pindah dan menetap di pekrotaan atau daerah
tujuan).
1. Faktor-faktor Pendorong
Faktor-faktor yang dapat dikategorikan
sebagai pendorong terjadinya urbanisasi adalah sebagai berikut:
a.
Timbulnya
kemiskinan di pedesaan.
b.
Adat
istiadat yang ketat yang menyebabkan cara hidup yang monoton.
c.
Tidak
banyak kesempatan menambah pengetahuan.
d.
Rekreasi.
e.
Meingkatnya
pasar yagn lebih luas bagi hasil kegiatannya.
f.
Kegagalan
panen
g.
Pertentangan
dalam lingkup nasional.
2. Faktor-faktor penarik
Faktor-faktor yang di kategorikan sebagai
faktor poenari kterjadinnya urbanisasi adalah sebagai berikut:
a.
Anggapan
banyak dan lebih mudah mendapatkan pekerjaan dan penghasilan.
b.
Usaha
mencari pekerjaan yang sesuai dengan pendidikan untuk mengangkat posisis
sosial.
c.
Menghindar
dari kontrol sosial yang terlalu ketat.
d.
Anggapan
lebih banyak kesenpatan mengembangkan usaha kerajinan rumah menjadi industri.
e.
Kelebihan
modal lebih banyak.
f.
Pendidikan
lanjut lebih banayka dan mudah didapat.
g.
Dalam
rangka upaya pengembangan jiwa sebaik-baiknya dan seluas-luasnya.
h.
Anggapan
kota punya tingkat kebudayaan yang tinggi.
Urbanisasi adalah bentuk hubungan paling
nyata antara desa dan kota. Pengaruh kota terhadap desa adalah Urbanisme, yaitu
gaya kehidupan kota. Beberapa warga desa karena proses urbanisasi kemudian
tinggal di kota tetapi tidak mampu melepaskan sama sekali hubungannya dengan
desa, yang pada saat kembali ke desa membawa beberapa unsur kehidupan kota.
Pengaruh desa pada kota adalah incapsulation, yaitu seorang individu dapat
dengan cepat menyesuaikan diri dengan lingkungan pekerjaan baru tetapi dalah
hal-hal tertentu masih belum dapat meninggalkan cra hidup pedesaannya. Tinggal
di kota tetapi belum dapat menjadi orang kota.
Akibat lain urbanisasi:
1. Terbentuknya sub-urb, tempat0tempat pemukiman
baru di pinggiran kota, yang terjadi sebagai akibat perluasan kota kerana pusat
kota tidak mampu lagi menampung arus perpindahan penduduk dari desa.
2. Meningkatnya tunakarya, yaitu orang yang
tidak mempunyai pekerjaan tetap.
3. Pertambahan penduduk yang cepat menimbulkan
permasalahan pemukiman.
4. Lingkungan hidup yang tidak sehat.
2.6.
Pertisipasi Masyarakat Desa dalam Pembangunan
Tujuan pembangunan desa
identik dengan tujuan pembangunan nasional,yaitu membangun manusia Indonsia
seutuhnya dan seluruh masuakat Indonesia, yang secara rinci meliputi:
1. Tujuan ekonomis: meningkatkan poduktifitas di
derah pedesaan dalam rangka mengurangi kemiskinan.
2. Tujuan sosial: memeratakan kesejahteraan
penduduk desa.
3. Tujuan kultural: meningkatkan kualitas hidup
masyarakat desa pada umumnya.
4. Tujuan politis: menumbuhkan dan mengembangkan
partisipasi masyakat desa secara maksimal dalam menunjang usaha-usaha
pembangunan serta dalam memanfaatkan dan mengembangkan hasil-hasil pembangunan.
Partisipasi masyakat dalam pembangunan tidak
hannya berarti masyakat memikul beban pembangunan dan tanggung jawab
pelaksanannya saja, tetapi juga dalam menerima kembalu dan memanfaatkan
hasil-hasil pembangunan. Partisipasi masyakat menyangkut dua aspek, yaitu aspek
hak dan aspek kewajiban. Hak, karena apda dasarnya setiap masyakat mempunyai
eluang untuk memanfaatkan kesempatan yang timbul dalam proses pembangunan di
samping juga berhak untuk menikmati hasil pembangunan. Kewajiban, karna pada
dasarnya semua warga masyakat wajib ikut serta memikul beban pembangunan dan
mensuseskan jalannya pembangunan.
Dalam partisipasi,
nilai nilai kemanusiaan tetap di junjung tinggi, artinya bahwa berpartisipasi
tidak hannya berarti menyumbangkan tenaga tanpa di bayar, tetapi berpartisipasi
harus diartikan yang lebih luas,. Yaiotu ikut serta. Ini untuk menghindarkan
rakyat pedesaan dari status sebagai sasasran pembangunan atau sebagai objek
pembangunan tetapi menempatkan rakyat sebagai subjek atau pelaku pembangunan.
Oelh karena itu partisipasi masyakat desa harus meliputi semua tahapan
partisipasi, yaitu perencanaan, pelaksanaan, dan pemanfaatan.
BAB
III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Manusia menjalani kehidupan didunia ini tidaklah bisa hanya mengandalkan
dirinya sendiri dalam artian butuh bantuan dan pertolongan orang lain , maka
dari itu manusia disebut makhluk sosial, sesuai dengan Firman Allah SWT yang
artinya : “ Wahai manusia! Sungguh Kami telah menciptakan kamu dari seorang
laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa
dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal ( bersosialisasi ).….” (Al-Hujurat
:13 ). Oleh karena itu kehidupan bermasyarakat hendaklah menjadi sebuah
pendorong atau sumber kekuatan untuk
mencapai cita-cita kehidupan yang harmonis, baik itu kehidupan didesa maupun
diperkotaan. Tentunya itulah harapan kita bersama, tetapi fenomena apa yang
kita saksikan sekarang ini, jauh sekali dari harapan dan tujuan pembangunan
Nasional negara ini, kesenjangan Sosial,
yang kaya makin Kaya dan yang Miskin tambah melarat , mutu pendidikan
yang masih rendah, orang mudah sekali membunuh saudaranya (dekadensi moral )
hanya karena hal sepele saja, dan masih banyak lagi fenomena kehidupan tersebut
diatas yang kita rasakan bersama, mungkin juga fenomena itu ada pada lingkungan
dimana kita tinggal.
Sehubungan dengan itu, barangkali kita
berprasangka atau mengira fenomena-fenomena yang terjadi diatas hanya terjadi
dikota saja, ternyata problem yang tidak jauh beda ada didesa, yang kita sangka
adalah tempat yang aman, tenang dan
berakhlak (manusiawi), ternyata telah tersusupi oleh kehidupan kota yang serba
boleh dan bebas itu disatu pihak masalah urbanisasi menjadi masalah serius bagi
kota dan desa, karena masyarakat desa yang berurbanisasi ke kota menjadi
masyarakat marjinal dan bagi desa pengaruh urbanisasi menjadikan sumber daya
manusia yang produktif di desa menjadi berkurang yang membuat sebuah desa tak
maju bahkan cenderung tertinggal.
3.2 Saran-saran
Penyusunan materi dalam makalah ini sudah
cukup baik,namun masih banyak memiliki kekurangan khususnya kelengkapan materi.
Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca agar kelak penulis
dapat membuat makalah yang lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
- Hanafie, Sri Rahaju Rita. 2016. Ilmu Sosial
Dasar. Jakarta: CV Andi Offset.
Komentar
Posting Komentar